top of page

Keberhasilan Indonesia Dalam Negosiasi Tarif dengan Amerika Serikat Sehingga Mendapatkan Tarif 19%, Ini Merupakan Keuntungan atau Tantangan

  • Gambar penulis: Admin web Epembangunan
    Admin web Epembangunan
  • 3 hari yang lalu
  • 4 menit membaca

Pada awal tahun 2025 pemerintah Indonesia di hadapkan dengan adanya kebijakan penerapan tarif resiprokal oleh pemerintah Amerika Serikat dibawah kepemimpinan presiden Donald Trump, yang berdampak pada penurunan kepercayaan terhadap kinerja pasar modal di Indonesia. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan terjadinya penurunan IHSG secara berturut-turut, yang sebelumnya sudah terjadi, karena peluncuran DANATARA oleh pemerintah Indonesia (Admin,2025). Selain menurunkan IHSG kebijakan tarif resiprokal oleh pemerintah Amerika Serikat juga berdampak pada kekhawatiran akan menurunnya nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat, yang berasal dari sektor tekstil, perikanan, dan lainnya. Kekhawatiran ini didasarkan pada penerapan tarif resiprokal untuk produk Indonesia sebesar 32%, yang pastinya akan berpengaruh pada harga jual produk tersebut di wilayah Amerika Serikat. Kebijakan ini yang menjadi latar belakang dari perlunya pelaksanaan negosiasi yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia, dengan tujuan untuk mendapatkan keringan mengenai tarif resiprokal yang diberlakukan kepada produk Indonesia.

Walaupun begitu kebijakan penerapan tarif resiprokal oleh pemerintah Amerika Serikat juga mengakibatkan dampak pada terjadinya inflasi di Amerika Serikat, yang membuat pemerintah Amerika Serikat membuka jalur negosiasi dengan negara yang mendapatkan penerapan tarif resiprokal. Hal ini dilaksanakan untuk menunjukkan bahwa peran Amerika Serikat masih sangat penting dalam mengontrol sistem perekonomian di dunia. Namun pendekatan negosiasi yang di siapkan oleh pemerintah Amerika Serikat tidak banyak mempengaruhi mengenai kebijakan penerapan tarif resiprokal, ini karena beberapa negara tidak mau melaksanakan negosiasi yang akan mengorbankan industri dalam negeri nya, seperti Tiongkok yang lebih santai dalam menghadapi ancaman tarif resiprokal yang lebih tinggi dari Amerika Serikat. Hal ini karena Tiongkok memiliki sistem perekonomian di dalam negeri yang lebih stabil, selain itu juga untuk segmentasi pasar dari produk Tiongkok lebih luas, karena memiliki kualitas yang dapat bersaing dengan produk dari negara lain, namun dengan harga yang lebih murah, selain itu Tiongkok menjadi salah satu negara pengembang AI yang sudah terbukti ke canggihnya (Redaksi, 2025). Hal ini menunjukkan bahwa penerapan tarif resiprokal oleh pemerintah Amerika Serikat tidak selalu berpengaruh kepada negara lain, malah sebaliknya mengakibatkan terjadinya inflasi di Amerika Serikat yang semakin tinggi akibat dari penerapan tarif resiprokal ke produk Tiongkok.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pentingnya untuk menciptakan sistem perekonomian di dalam negeri Indonesia yang lebih stabil melalui penyerapan produk dalam negeri oleh masyarakat Indonesia. Namun permasalahan mengenai kualitas dari produk Indonesia menjadi salah satu penghambat dari persaingan di pasar dalam negeri. Hal ini karena dukungan pemerintah Indonesia terhadap peningkatan inovasi dan perbaikan pada standar produksi dan komponen, serta teknologi masih sangat kurang. Ditambah pertandingan harga yang tidak terlalu jauh dari ketahuan yang lebih unggul untuk produk luar negeri, yang membuat produk Indonesia kurang diminati di pasar Indonesia. Indonesia sendiri saat ini untuk produk yang dapat bersaing di dalam negeri hanya berfokus pada sektor komoditas kerajinan, tekstil, dan komoditas barang mentah (mineral, atau perikanan). Hal ini yang menjadi daya saing produk Indonesia masih sangat rendah dari pada produk negara lain. Oleh karena itu pemerintah Indonesia juga mulai melaksanakan percepatan hilirisasi pada komoditas tambang, seperti nikel, dan bauksit. Jika program hilirisasi ini dapat berhasil dan dapat diperluas ke sektor lain, pastinya akan mampu untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih besar untuk masyarakat Indonesia, dan dapat memberikan peningkatan nilai ekspor Indonesia di pasar internasional.

Hal tersebut yang seharusnya dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dalam menghadapi ancaman tarif resiprokal oleh pemerintah Amerika Serikat, dengan penerapan program hilirisasi. Walaupun pada tanggal 16 Juli Pemerintah Amerika Serikat mengumumkan bahwa penerapan tarif resiprokal kepada Indonesia sebesar 19% (Admin, 2025). Namun keberhasilan ini tidak begitu saja didapatkan oleh Indonesia, yang dimana pemerintah Amerika Serikat memberikan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pemerintah Indonesia agar mendapatkan tarif resiprokal tersebut. Hal ini sebenarnya sama dengan apa yang terjadi kepada negara Vietnam yang dimana mendapatkan tarif resiprokal yang lebih rendah dari penerapan tarif resiprokal sebenarnya. Keberhasilan Vietnam dalam negosiasi ini didasarkan pada pemberian akses pasar yang lebih luas dan mudah kepada Amerika Serikat. Syarat ini juga menjadi salah satu poin penting yang harus dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia jika ingin mendapatkan keringanan tarif resiprokal oleh pemerintah Amerika Serikat. Selain itu pemerintah Indonesia juga harus meningkatkan impor di sektor energi dan pertanian, agar neraca perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat menjadi lebih seimbang. Tidak hanya pemerintah Indonesia juga harus memberikan sekurang-kurangnya 50 pesawat dari prusahaan Boeing (Sunarsip, 2025). Hal ini menunjukkan bahwa hasil negosiasi antara pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat seperti lebih menguntungkan Amerika Serikat, yang dimana meminta akses ke pasar Indonesia yang lebih mudah, pada Indonesia sendiri mendapatkan hambatan berupa tarif resiprokal sebesar 19%. Oleh karena itu ini merupakan salah satu kerugian bagian pemerintah Indonesia, jika syarat mengenai pemberian akses pasar Indonesia yang lebih mudah dilaksanakan, seperti penerapan tarif 0% pastinya akan berdampak pada terpuruknya industri dalam negeri Indonesia. Selain itu dampak lain berupa terhambatnya pelaksanaan hilirisasi ini juga dapat terjadi, karena kebijakan negara luar negeri seperti Amerika Serikat akan lebih menguntungkan bagi negaranya sendiri. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintah Indonesia perlu melaksanakan perumusan dan peninjauan kembali mengenai syarat yang diminta oleh Amerika Serikat, jangan sampai mengakibatkan terjadinya perlambatan ekonomi do industri dalam negeri dan membuat kemandirian industri Indonesia menjadi terhambat. Jika pemerintah Amerika Serikat tetap melaksanakan tarif resiprokal sebesar 32% di tambah 10%. Pemerintah Indonesia dalam memanfaatkan kondisi ini untuk melaksanakan penyerap produk dalam negeri di pasar Indonesia, selain itu juga dapat menjadi landasan dalam percepatan hilirisasi dan kemudian industri dalam negeri. Walaupun pelaksanaannya pasti akan mendapatkan hambatan. Selain percepatan hilirisasi dan peningkatan penyerapan produk dalam pasar lokal. Pemerintah Indonesia juga perlu melaksanakan kerja sama dengan negara lain seperti Uni Eropa, dan Memanfaatkan pasar bebas ASEAN untuk menjaga kestabilan ekspor Indonesia di pasar internasional. Sehingga dapat mewujudkan cita-cita kemandirian ekonomi dan industri untuk menuju Indonesia Emas 2045.

Referensi:

Admin, (25 Februari 2025)."IHSG Merosot setelah Peluncuran Danantara, Dewan Penasihat Presiden Sebut Investor Salah Paham".TEMPO.CO.https://www.tempo.co/ekonomi/ihsg-merosot-setelah-peluncuran-danantara-dewan-penasihat-presiden-sebut-investor-salah-paham-1211893. Diakses pada tanggal 21 Juli 2025.

Admin, (18 Juli 2025)."Sepakati Tarif Baru 19% dengan Amerika Serikat, Jadi Huge Wins Untuk Industri Padat Karya Indonesia".KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA. https://ekon.go.id/publikasi/detail/6475/sepakati-tarif-baru-19-dengan-amerika-serikat-jadi-huge-wins-untuk-industri-padat-karya-indonesia. Diakses pada tanggal 21 Juli 2025.

Redaksi, (30 April 2025)."Bukti China Tak Takut Dihantam Tarif Trump, Ini Kata Xi Jinping".CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/tech/20250430153623-37-630018/bukti-china-tak-takut-dihantam-tarif-trump-ini-kata-xi-jinping. Diakses pada tanggal 21 Juli 2025.

Sunarsip, (21 Juli 2025)."Relevansi Tarif Resiprokal 19% bagi Ekonomi Indonesia".CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/opini/20250720230516-14-650698/relevansi-tarif-resiprokal-19-bagi-ekonomi-indonesia. Diakses pada tanggal 21 Juli 2025.

(Cahya Wahyu Saputra, Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Janabadra)

 
 
 

Postingan Terakhir

Lihat Semua

©2023 by Program Studi Ekonomi Pembangunan

bottom of page